BENTENG KESEHATAN DI PINTU MASUK NEGARA :
SiPRes TeLaJaK (Sistem Peringatan Dini Dan Respon Temuan Pelaku Perjalanan Sakit)
Pada Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Pontianak
BENTENG KESEHATAN DI PINTU MASUK NEGARA :
SiPRes TeLaJaK (Sistem Peringatan Dini Dan Respon Temuan Pelaku Perjalanan Sakit)
Pada Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Pontianak
Oleh : Totok Sutianto
Pontianak, 17 Desember 2024
Deteksi dan Respon sebagai Benteng Kesehatan
International Health Regulation (IHR) 2005, merupakan salah satu aspek legal yang dihasilkan oleh World Health Organization (WHO) yang disepakati oleh negara-negara anggota untuk memiliki kemampuan mencegah, mendeteksi dan respon cepat yang adekuat terhadap setiap ancaman kesehatan masyarakat yang berpotensi menyebar antar negara. Kemampuan utama untuk pintu masuk negara sesuai amanah IHR (2005) adalah kapasitas dalam kondisi rutin dan kapasitas dalam Kondisi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Kapasitas tersebut diimplementasikan dalam kegiatan di pintu masuk negara meliputi upaya mencegah, mendeteksi dan respon cepat yang adekuat terhadap penemuan kasus penyakit berpotensi KLB/ wabah pada pelaku perjalanan di pintu masuk. Dalam implementasinya kapasitas ini berlandaskan pada sistem surveilans nasional dan peraturan perundangan yang telah ada di masing-masing negara.
Gambar 1. Deteksi pelaku perjalanan dengan penyakit menular adalah bentuk perlindungan kesehatan masyarakat. (Ilustrasi)
Sistem surveilans faktor risiko kesehatan di pintu masuk negara Indonesia salah satunya diaplikasikan pada Surveilans Kekarantinaan Kesehatan. Surveilans kekarantinaan kesehatan dalam upaya mencegah, mendeteksi dan respon cepat yang adekuat tersebut dilaksanakan melalui pengawasan alat angkut, orang, barang, dan lingkungan yang datang dari wilayah/ negara terjangkit. Deteksi dini, pencegahan, dan respon dilakukan untuk memastikan bahwa point of entry atau pintu masuk baik itu bandara, pelabuhan dan PLBDN dalam keadaan tidak terdapat transmisi atau sumber penyakit menular dan memiliki faktor risiko rendah terhadap potensi penularan penyakit serta jika ada penemuan kasus penyakit berpotensi KLB / wabah pada pelaku perjalanan di pintu masuk dapat direspon sesuai standar prosedur operasional penanggulangan KLB/ wabah.
Surveilans Kekarantinaan Kesehatan di pintu masuk negara dilakukan oleh Balai Besar/ Balai/ Loka Kekarantinaan Kesehatan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang melaksanakan upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan atau faktor risiko kesehatan di wilayah kerja pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat negara. Secara spesifik kegiatan ini bertujuan untuk melakukan deteksi dini dan pencegahan di pintu masuk dilakukan untuk menemukan adanya kasus penyakit berpotensi KLB / wabah pada pelaku perjalanan agar segera direspon. Bentuk respon dapat berupa verifikasi, rujukan kasus, investigasi, notifikasi, dan respon penanggulangan. Bentuk kegiatan verifikasi dan investigasi adalah penyelidikan epidemiologi. Bentuk respon penanggulangan antara lain identifikasi dan pemantauan kontak, rujukan, komunikasi risiko dan pemutusan rantai penularan.
Kegiatan Surveilans Kekarantinaan Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat, salah satunya dinaungi oleh Balai Kekarantinaan Kesehatan (BKK) Kelas I Pontianak sebagai salah satu UPT Kekarantinaan Kesehatan. Dalam melakukan surveilans BKK Kelas I Pontianak dituntut harus mampu mendeteksi secara dini sejak di pintu masuk dan mampu segera merespon semua kejadian yang berpotensi kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM) tersebut. Untuk itu, implementasi kapasitas dalam kondisi rutin dan kapasitas dalam kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM) di pintu masuk negara adalah bentuk Benteng Kesehatan yang meliputi upaya mencegah, mendeteksi dan respon cepat yang adekuat terhadap penemuan kasus penyakit berpotensi KLB / wabah pada pelaku perjalanan dalam lingkup tugas dan fungsi kekarantinaan kesehatan pada Balai Kekarantinaan Kesehatan khususnya sistem peringatan dini dan respon maka optimalisasi pelayanan kekarantinaan kesehatan dalam percepatan pelayanan alur deteksi dini, pencegahan dan respon kekarantinaan kesehatan dalam rangka penanggulangan KLB/ wabah di pintu masuk menjadi krusial.
Membangun dan Memperkuat Benteng Kesehatan
Penyakit menular dan karantina selalu menghadirkan gagasan tata kelola antar pintu masuk yang harus kooperatif, serta tidak lepas dari hal-hal tentang komunikasi, transportasi, dan pergerakan pelaku perjalanan. Karantina awalnya digunakan untuk mengatur perbatasan nasional dan mendefinisikan wilayah budaya yang seolah-olah tidak nyata, telah berevolusi menjadi sebuah Benteng Kesehatan berupa infrastruktur tata kelola global serta nasional yang mengatur perdagangan, komersial, dan kesehatan manusia. Karantina sendiri adalah bentuk deteksi dalam ruang dan waktu yang diperlukan untuk mengetahui apakah ada potensi penyakit yang akan muncul dari pelaku perjalanan.
Saat ini pelayanan alur deteksi dini, pencegahan dan respon kekarantinaan kesehatan sebagai benteng kesehatan dalam rangka penanggulangan KLB/ wabah di pintu masuk yang efektif dan efisien dimulai dari penemuan kasus di pintu masuk sampai dengan memberikan respon di pintu masuk maupun di wilayah dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit dan faktor risiko berpotensi KLB terus-menerus dilakukan penguatan salah satunya dengan memperkuat komunikasi.
Pelaksanaan Surveilans Faktor Risiko Kesehatan merupakan bagian dari Benteng Kesehatan yang akan menghasilkan Sistem Peringatan Dini dan Respon cepat sebagai sebuah alat komunikasi antar pintu masuk. Sistem ini merupakan salah satu cara untuk mencapai keberhasilan penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dalam upaya mencegah, mendeteksi dan respon cepat yang adekuat terhadap penemuan kasus penyakit berpotensi KLB/ wabah pada pelaku perjalanan dalam lingkup tugas dan fungsi kekarantinaan kesehatan pada Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Pontianak.
Penguatan sumber daya adalah bentuk percepatan pelayanan alur deteksi dini, pencegahan dan respon kekarantinaan kesehatan dalam rangka penanggulangan KLB/ wabah di pintu masuk yang efektif dan efisien dimulai dari penemuan kasus di pintu masuk sampai dengan memberikan respon di pintu masuk maupun di wilayah dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit dan faktor risiko berpotensi KLB
Bagaimana Benteng Kesehatan Bekerja
Pintu Masuk menjadi arena lalu lintas pelaku perjalanan dalam melakukan perjalanan dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga kondisi kesehatan menjadi syarat mutlak laik atau tidaknya dalam melakukan perjalanan. BKK Kelas I Pontianak akan melakukan deteksi kekarantinaan kesehatan melalui beberapa aspek pemeriksaan/ skrining kesehatan pelaku perjalanan diantaranya yaitu saat kedatangan atau keberangkatan, saat permohonan penerbitan dokumen kekarantinaan kesehatan untuk pelaku perjalanan dan saat ditemukan pelaku perjalanan sakit di pintu masuk.
Benteng Kesehatan yang digagas oleh BKK Kelas I Pontianak melalui Tim Kerja Surveilans dan Penindakan Pelanggaran Kekarantinaan Kesehatan bernama Sistem Peringatan dan Respon Temuan Pelaku Perjalanan Sakit (SiPRES TeLaJaK) di pintu masuk pelabuhan laut dan udara dihadirkan untuk memperkuat benteng kesehatan melalui tata kelola surveilans dan notifikasi pelaku perjalanan berisiko. Sejalan dengan prinsip "maximum protection with minimum restriction" yang diusung oleh International Sanitary Conference kurang lebih 184 tahun yang lalu, kini Benteng Kesehatan tak lagi hadir dalam bentuk Bangunan Lazaret, melainkan dalam bentuk data dan informasi surveilans penyakit yang tercatat terus menerus.
Pelaku perjalanan yang menderita penyakit menular berpotensi KLB/wabah yang melewati pintu masuk pelabuhan atau bandara di bawah pengawasan BKK Kelas I Pontianak akan terdeteksi setidaknya dari salah satu aspek di atas. Setelah kondisi terdeteksi selanjutnya akan dilakukan wawancara mendalam dan dilakukan pemeriksaan kesehatan lanjutan untuk menentukan tindak lanjut kekarantinaan kesehatan. Adapun tindak lanjutnya jika pelaku perjalanan dimungkinkan dapat melakukan perjalanan, maka dilanjutkan perjalanannya; ataupun jika harus dilakukan pencegahan atau penundaan keberangkatan. Untuk tindak lanjut pencegahan terhadap potensi penularan penyakit berpotensi KLB/ wabah berdasarkan informasi hasil pemeriksaan kekarantinaan kesehatan, maka akan dilakukan notifikasi. Notifikasi ini ditujukan ke otoritas kesehatan pada pintu masuk tujuan, otoritas kesehatan di wilayah tujuan atau fasilitas kesehatan rujukan yang dituju di wilayah. Notifikasi ini merupakan bentuk komunikasi risiko dari penemuan kasus pada pintu masuk ke wilayah dan sebagai bentuk respon untuk melakukan tindakan kesehatan dalam rangka penanggulangan KLB / wabah.
Notifikasi ini berupa informasi awal tentang kesehatan pelaku perjalanan hasil pemeriksaan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk, yang berguna bagi jejaring kerja di bidang kesehatan pada wilayah dalam menentukan langkah awal untuk meningkatkan perhatian dan pengawasan terhadap subjek notifikasi. Kemudian notifikasi ini bagi otoritas kesehatan di wilayah akan meningkatkan kewaspadaan dini terhadap potensi penularan penyakit pada wilayah untuk kemudian dilakukan upaya pencegahan, pengendalian dan penanggulangan penyakit menular berpotensi KLB / wabah, dengan harapan tidak terjadi KLB / Wabah penyakit menular pada wilayah terutama di provinsi Kalimantan Barat dan wilayah lain yang menjadi tujuan pelaku perjalanan.
Harapan dari Benteng Kesehatan
Kalimantan Barat mencatat jumlah lalu lintas penumpang mencapai 2,3 juta orang hingga bulan November 2024. Dengan volume perjalanan yang tinggi ini, deteksi dini terhadap pelaku perjalanan berisiko sangat diperlukan. Keberhasilan dalam upaya ini tidak hanya melindungi masyarakat dari potensi penyebaran penyakit menular potensial KLB/ wabah, melainkan juga meningkatkan status kesehatan masyarakat secara umum. Masyarakat sehat akan berkontribusi pada peningkatan produktivitas yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial masyarakat provinsi Kalimantan Barat.
Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Pontianak beserta para pemangku kepentingan di pintu masuk dan di wilayah provinsi Kalimantan Barat selalu berupaya memperkuat sistem peringatan dini dan respon yang efektif agar deteksi dini, pencegahan, dan penanganan kasus penyakit menular secara cepat dan tepat baik di Pintu Masuk maupun Wilayah di Provinsi Kalimantan Barat. Oleh karena itu, koordinasi antar lintas sektor dan lintas program serta sosialisasi kepada masyarakat pengguna pelabuhan laut dan bandar udara di provinsi Kalimantan Barat akan semakin diintensifkan, sehingga program ini benar-benar diketahui dan berguna bagi masyarakat.
Daftar Pustaka
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2023 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Kekarantinaan Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2023 tentang Klasifikasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bidang Kekarantinaan Kesehatan (BKK)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501 Tahun 2010 Tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya
WHO. (2016). International Health Regulation (IHR) 2005 3rd Edition.
Manaugh, G., & Twilley, N. (2021). Until Proven Safe: the history and future of quarantine. First edition. New York, MCD/Farrar, Straus and Giroux.