Oleh : Felliandre Marafelino
Pontianak, 4 September 2024
Predator Kecil dan Kisah-kisahnya
Banyak nyamuk di rumahku…
Gara-gara aku…
Malas bersih-bersih…
Penggalan lirik lagu masa kecil dari Enno Lerian ciptaan Papa T Bob itu kembali terngiang di telinga sesaat setelah membaca informasi tentang Hari Nyamuk Sedunia yang dirayakan pada 20 Agustus 2024 ini. Tentu pembaca bertanya, kenapa harus 20 Agustus?. Mengutip dari laman World Mosquito Program, sebuah penemuan revolusioner terjadi pada tanggal 20 Agustus 1897 oleh seorang dokter asal Inggris bernama Sir Ronald Ross. Dia berhasil menemukan parasit malaria di dalam perut seekor nyamuk Anopheles spp betina. Penemuan ini menjadi bukti pertama bahwa nyamuklah yang menularkan penyakit malaria dari manusia ke manusia. Nyamuk adalah hewan kecil yang kita semua sepakat sangat menyebalkan, masih memegang rekor sebagai hewan paling berbahaya dampak dari jumlah kematian yang diakibatkannya. Bagaimana tidak, potensi kebanyakan orang digigit nyamuk dalam sehari lebih besar dari potensi digigit hewan lainnya.
Nyamuk dalam buku non fiksi karangan Timothy. C. Winegard yang berjudul The Mosquito: A History Of Our Deadliest Predator, digambarkan bak Jenderal Perang terkenal yang telah berhasil mengambil nyawa banyak manusia. Timothy menjelaskan dalam sebuah tayangan, bahwa kita selama ini teralihkan dari siapa sebenarnya predator yang paling dekat dengan manusia. Film Hollywood pernah menggambarkan Hiu sebagai predator mengerikan yang tidak semua orang, bahkan penulis, belum pernah bertemu dengan hiu. Buku ini menggambarkan bahwa nyamuk telah memainkan peran penting dalam sejarah manusia, menyebabkan kematian hampir setengah dari populasi manusia di dunia sepanjang sejarah. Selain itu nyamuk juga mempengaruhi jalannya perang, penyebaran agama, dan perkembangan budaya.
Nyamuk dikenal menyebarkan berbagai jenis penyakit. Selain Malaria yang sudah disebutkan diawal, Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya, Demam Kuning (Yellow Fever), Japanese Encephalitis, West Nile, dan Zika adalah contoh deretan penyakit yang disebarkan melalui nyamuk yang terjadi di dunia. Dengue, si paling populer, berdasarkan data dari WHO pada 30 April 2024, lebih dari 7,6 juta kasus dengue telah dilaporkan kepada WHO, termasuk 3,4 juta kasus yang dikonfirmasi, lebih dari 16.000 kasus berat, dan lebih dari 3.000 kematian. Sementara di Indonesia sebagaimana dilansir oleh Kementerian Kesehatan, hingga minggu ke-17 tahun 2024, tercatat 88.593 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan 621 kasus kematian di Indonesia. Data ini berdasarkan laporan, dari 456 kabupaten/kota di 34 provinsi, terjadi kematian akibat DBD terjadi di 174 kabupaten/kota di 28 provinsi.
Nyamuk serta patogen didalamnya, pelaku perjalanan infektif, dan transportasi (dalam atau luar negeri) termasuk fasilitas pendukungnya menjadi bagian saling terkait. Artikel pada Nature berjudul Infectious disease in an era of global change, membahas bagaimana peningkatan konektivitas global (dari Era Columbus, penyebaran malaria, hingga Epidemi SARS) menghadirkan faktor risiko unik untuk penyebaran penyakit menular, memungkinkan patogen (mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit) untuk melakukan perjalanan lebih jauh dan lebih cepat daripada sebelumnya.
Gambar 1. Konektivitas manusia dan wabah penyakit menular di masa pra-modern dan modern.
(Sumber: Infectious disease in an era of global change. www.nature.com)
Sebagai contoh, Sebuah dermaga pelabuhan yang posisinya cukup jauh dari daratan yang menjadi tempat sandar bagi kapal-kapal luar negeri, penulis pernah menemukan tumpukan ban bekas dengan genangan air yang positif keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti dan juga Aedes albopictus serta potensi penyakit DBD (atau penyakit lainnya) yang dibawanya, tidak hanya berdampak dominan pada anak-anak, kasus DBD juga terjadi pada orang dewasa. Meskipun tidak dilakukan rearing dan pemeriksaan PCR untuk mengetahui nyamuk Aedes aegypti dari jentik yang ditemukan di dermaga tersebut infektif atau tidak, keberadaan jentik nyamuk di lokasi tersebut mengindikasikan potensi risiko penularan penyakit terhadap pelaku perjalanan yaitu Kru Kapal yang bersandar di dermaga tersebut. Dalam konteks ini, Angka House Index dan Container Index wilayah Perimeter Pintu Masuk harus berada pada angka 0 (nol) menjadi parameter penting untuk mengukur upaya pengendalian vektor dan menilai kualitas lingkungan.
Kejadian Penyakit tular nyamuk lainnya adalah kasus Airport Malaria yang dikenal dengan sebutan lain yaitu malaria bagasi, sebuah kondisi ketika nyamuk Anopheles betina terinfeksi malaria “terbang” dengan pesawat dari negara yang banyak ditemui malaria ke negara yang biasanya tidak ditemukan malaria. Nyamuk dapat menggigit seseorang di atau sekitar bandara kedatangannya. Airport Malaria ini sangat menjadi perhatian karena orang yang terinfeksi sering kali mengalami gejala tanpa riwayat perjalanan ke daerah endemis, sehingga terdapat potensi terlambatnya diagnosis penderita. Jauh sebelum Airport Malaria, penyakit ini tercatat berpindah dari Afrika ke Amerika Selatan melalui perdagangan budak yang terinfeksi Plasmodium falciparum yang kemudian digigit oleh nyamuk Anopheles spp setempat sehingga membuat penyebaran di Amerika Selatan.
Penyebaran penyakit tular nyamuk melalui lalu lintas pelaku perjalanan antar negara yang mengidap penyakit selain Malaria adalah Wabah Zika yang dibahas dalam buku The Rules of Contagion: Why Things Spread and How They Stop. Pada tahun 2016, wabah virus Zika di Amerika Selatan mengalami lonjakan yang sangat signifikan. Zika dicurigai menyebar menuju Amerika Latin melalui peserta yang hadir pada sebuah Event Olahraga (kami menyebutnya Situasi Khusus) atau oleh pelaku perjalanan umum yang berasal dari negara terjangkit menuju Amerika Latin.
Gambar 2. Jentik nyamuk Aedes spp pada wadah bekas makanan
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Penyebaran penyakit yang ditularkan melalui nyamuk semakin meluas akibat perubahan iklim. Seperti yang ditegaskan oleh Bill Gates dalam buku How To Avoid Climate Disaster, cuaca panas mendorong nyamuk untuk mencari tempat-tempat baru yang lembab, sehingga penyakit-penyakit ini dapat menyebar ke wilayah yang sebelumnya tidak terjangkau. Perubahan iklim juga memungkinkan nyamuk dan orang yang terinfeksi untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan lebih mudah, memperluas jangkauan penyebaran penyakit.
Pendekatan dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh Predator kecil ini dapat melalui pendekatan Satu Kesehatan (One Health) yaitu aksi menyeluruh yang mengintegrasikan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan untuk mengatasi masalah kompleks terkait penyakit yang ditularkan nyamuk, terutama dalam konteks perubahan iklim. Pendekatan ini menekankan pentingnya memahami hubungan antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Upaya-upaya mencegah dan mengendalikan penyakit tular nyamuk diperlukan melalui adanya sistem surveilans vektor yang kuat dan strategi pengendalian vektor yang komprehensif, seperti menghilangkan genangan air, penggunaan insektisida secara tepat, dan peningkatan kesadaran masyarakat.
Kita - manusia - selain menjadi inang (host) untuk penyakit tular nyamuk tertentu, juga sering “menyediakan” nyamuk tempat untuk berkembangbiak. dr. I Nyoman Kandun pernah menangani kasus DBD yang terjadi saat kemarau melanda. Hasil penyelidikan di lapangan ternyata kulah air berupa gentong yang tutupnya berupa kayu yang renggang menjadi tempat nyamuk berkembangbiak. Selain itu, sebuah penelitian menunjukkan transmisi selain dari manusia ke nyamuk, diperkirakan juga bisa terjadi secara vertikal (transovarial) yaitu dari nyamuk Ae. aegypti betina gravid yang terinfeksi virDen sebagai induk ke ovum (telur) dalam uterus nyamuk itu. Adapun hasil uji statistik menunjukkan ada tingkat Indeks Transmisi Transovarial (ITT) nyata lebih tinggi di daerah endemis DBD dari pada sporadis DBD. Contoh dan faktor risiko tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dan intervensi kesehatan masyarakat melalui edukasi dan upaya perubahan perilaku menjadi bagian esensial untuk menekan keberadaan nyamuk di lingkungan.
Selain pendekatan diatas, perlu dilakukan penguatan infrastruktur dan alokasi sumber daya kesehatan sebagai bentuk upaya untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Salah satunya melalui keberadaan Laboratorium Vektor dengan metode pemeriksaan yang mumpuni, terutama dengan pemeriksaan PCR. Tersedianya alat pemeriksaan PCR diharapkan kewaspadaan terhadap potensi wabah dapat ditegakkan lebih akurat, melampaui data kepadatan jentik atau nyamuk dari surveilans biasa. Melalui pemeriksaan PCR, keberadaan nyamuk dewasa yang terinfeksi dapat dideteksi lebih akurat. Temuan ini dapat menjadi indikator dini potensi KLB sehingga langkah-langkah pencegahan dapat segera diambil.
Refleksi
Nyamuk, predator kecil yang telah merenggut jutaan nyawa, terus menjadi ancaman bagi kesehatan global. Perubahan iklim semakin memperparah situasi ini. Sepanjang ia masih menyebarkan kesakitan di lingkungan tinggal atau kita mendengar sanak saudara terkena bahkan meninggal karena penyakit bersumber nyamuk, seperti Dengue atau lainnya, maka kita perlu merayakan Hari Nyamuk Sedunia dalam bentuk kepedulian.
Meningkatnya pemahaman yang lebih baik tentang biologi nyamuk dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit yang ditularkannya, kita dapat mengambil langkah-langkah efektif untuk mengendalikan populasi nyamuk. Kerjasama pemerintah, masyarakat, dan swasta menjadi penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan bebas dari ancaman nyamuk. Setiap tindakan kecil nan sederhana, seperti membersihkan lingkungan sekitar dari tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk, dapat memberikan dampak yang besar.
Referensi:
World Mosquito Program. World Mosquito Day 2024. https://www.worldmosquitoprogram.org/world-mosquito-day. Diakses tanggal 23 Agustus 2024
Winegard, T.C. (2019) The Mosquito: A human history of our deadliest predator. 1st Edition. Dutton, Penguin Random House. New York.
World Health Organization. Dengue - Global situation https://www.who.int/emergencies/disease-outbreak-news/item/2024-DON518#:~:text=Situation%20at%20a%20glance,cases%2C%20and%20over%203000%20deaths. Diakses tanggal 22 Agustus 2024.
Biro Komunkasi Kemenkes. Waspada DBD di Musim Kemarau. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20240616/0045767/waspada-dbd-di-musim-kemarau/. Diakses tanggal 21 Agustus 2024.
Baker, R.E. et al. (2021) 'Infectious disease in an era of global change,' Nature Reviews Microbiology, 20(4), pp. 193–205. https://doi.org/10.1038/s41579-021-00639-z.
Siala, E. et al. (2015) 'Airport malaria: report of four cases in Tunisia,' Malaria Journal, 14(1). https://doi.org/10.1186/s12936-015-0566-x.
Kucharski, A. (2020). The Rules of Contagion: Why Things Spread and How They Stop. (edisi). (Penerbit). (Tempat Publikasi)
Gates, B. (2021). How to avoid a climate disaster: solusi yang kita miliki dan terobosan yang kita perlukan. Edisi Pertama. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anorital, . (2021). I Nyoman Kandun Melawan Pagebluk . Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (LPB). Jakarta.
Gustiansyah, M. and Mardihusodo, D.Prof.Dr.S.J. (2008) Bukti adanya transmisi transovarial virus dengue pada nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah. http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/37053.