Oleh Muhammad Hadi Arwani
Pontianak, 28 Desember 2023
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasite plasmodium yang dapat ditandai dengan antara lain demam menggigil, anemia, dan hepatosplenomegaly. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Belum ada laporan kejadian malaria di Provinsi Kalimantan Barat dari tahun 2020 hingga 2023. Jika terjadi kasus malaria baru, maka diharapkan segera respon terhadap penyakit tersebut, antara lain:
Respon tatalaksana kasus
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria dilakukan pemeriksaan sediaan darah melalui pemeriksaan dengan mikroskop dan atau pemeriksaan dengan RDT dan atau pemeriksaan dengan PCR;
Berikan pengobatan sesuai dengan jenis plasmodium atau parasite malaria yang ditemukan dalam sediaan darah yang diperiksa;
Untuk malaria tanpa komplikasi diberikan obat malaria Artemisin based Combination Therapy (ACT) selama 3 hari ditambah dengan Primakuin sesuai jenis plasmodiumnya (untuk malaria falciparum diberikan 1 kali pada hari pertama, untuk malaria vivaks dan ovale diberikan selama 14 hari);
Tidak diberikan Primakuin pada bayi kurang dari 6 bulan, ibu hamil, ibu menyusui bayi kurang dari 6 bulan, dan penderita malaria dengan kekurangan G6PD;
Untuk malaria berat, diberikan artesunate injeksi sampai penderita sadar dan bisa makan.
Respon Kesehatan Masyarakat
Setia pada alert (sinyal kewaspadaan) atau peningkatan kasus maka petugas surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan verifikasi ke puskesmas untuk mengetahui lebih lanjut apakah ada indikasi KLB.
Penyelidikan epidemiologi kasus malaria dengan melakukan wawancara menggunakan formular wawancara kasus, survey kontak untuk mengetahui luas penularan, dan survey resiko factor lingkungan. Jika dari survey kontak ditemukan Kembali kasus positif maka segera dilakukan pemeriksaan darah massal (Mass Blood Survey-MBS) dengan cakupan minimal 80% dari seluruh penduduk dan dilanjutkan dengan pemantauan pengobatan pada setiap kasus pada hari 3,14,28, dan 90 hari untuk vivax. Selanjutnya setiap hari dilakukan kunjungan rumah di daerah KLB untuk menjaring kasus positif yang mungkin belum terdeteksi saat dilakukan MBS, kegiatan kunjungan rumah dilakukan sampai tidak ditemukan kasus positif di daerah tersebut atau minimal 2 (dua) masa inkubasi.
Pada daerah yang sedang terjadi KLB harus dilakukan kegiatan pengendalian vector secara total coverage di daerah penularan, pengendalian vector yang dilakukan yaitu dengan pembagian kelambu pada setiap kelompok tidur dan atau penyemprotan dinding rumah (Indoor Residual Spraying) serta pengelolaan lingkungan dan Tindakan pengendalian jentik/nyamuk Anopheles.
Kegiatan promosi Kesehatan perlu dilakukan di daerah yang sedang terjadi KLB sehingga Masyarakat mengetahui cara pencegahan malaria, cara mencari pengobatan serta penggunaan dan pemeliharaan kelambu.
Untuk pencegahan diperlukan KIE yang intesif kepada seluruh Masyarakat yang berisiko.
Menggalang kemitraan dan integrasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait.
Respon Pelaporan
Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam dengan format laporan W1 secara berjenjang ke dinas Kesehatan kabupaten/kota, dinas Kesehatan provinsi dan pusat. Data KLB di entri di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes kabupaten/kota dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
i. Kronologi terjadinya KLB
ii. Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhi.
iii. Keadaan umum penderita
iv. Hasil penyelidikan epidemiologi yang telah dilakukan.
v. Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut.
vi. Laporan W1, Laporan jumlah kasus per individu dalam regmal 1 SISMAL, laporan hasil kegiatan penyelidikan epidemiologi, laporan ketersediaan alat bahan penanggulangan.
vii. Laporan mingguan W2, setiap unit pelapor menggunakan SMS atau layanan digital (WA) untuk melaporkan laporan mingguan sesuai dengan format standar pencatatan laporan.