MEMAKNAI PENTINGNYA LAYAK TERBANG (FIT TO TRAVEL) BAGI PENUMPANG PESAWAT  DENGAN KONDISI KHUSUS (ORANG SAKIT,IBU HAMIL, LANSIA, DAN BALITA) DI BANDARA SUPADIO PONTIANAK

Oleh : dr. Muhammad Hadi Arwani

Pontianak, 12 Juli 2023


Setiap tahunnya hampir 1 Milyar orang melakukan penerbangan baik penerbangan domestik maupun penerbangan internasional. Diperkirakan jumlah akan meningkat dua kali lipat dalam dua dekade mendatang.  Meningkatnya jumlah penumpang, juga meningkatkan jumlah penumpang dengan kondisi khusus, seperti kansia (>60 tahun), ibu hamil, dan penumpang kondisi penyakit yang menyertai. Dua kondisi yang juga menjadi perhatian yaitu terjadinya penyakit akibat penerbangan, dan kematian pada saat penerbangan. Hal ini bukan hanya disebabkan perjalanan penerbangannya atau stress saat penerbangan, tapi bisa juga karena kurangnya pengetahuan penumpang sakit tersebut terkait kondisinya maupun pengobatan yang harus dimilikinya sebelum penerbangan.1

Penerbangan komersial modern pada dasarnya aman dan comfort untuk rata-rata semua penumpang. Namun demikian, semua penerbangan baik penerbangan singkat maupun penerbangan yang lama mengakibatkan kondisi stress pada setiap penumpang. Preflight stress/ stres sebelum penerbangan dapat dialami penumpang akibat membawa barang, berjalan jauh, dan penerbangan delay. Inflight stress/ stres saat penerbangan diakibatkan oleh penurunan tekanan barometer dan tekanan parsial oksigen, suara kebisingan, vibrasi/getaran, suhu yang tidak mengenakan, dan rendahnya kelembaman, serta jet lag, maupun kram akibat kelamaan duduk. Tidak masalah untuk beberapa penumpang sehat dalam menempuh perjalanannya. 1

Namun demikian terdapat potensi untuk penumpang sakit tersebut mengalami perburukan saat penerbangan. 

Hal utama yang membedakan kondisi lingkungan pesawat saat terbang dengan kondisi di darat yaitu atmosfer. Penurunan tekanan barometer menurunkan tekanan parsial oksigen (PO2) yang mengakibatkan penurunan tekanan oksigen areterial (PaO2) bisa hingga saturasi turun 90%. Penumpang sehat dapat mengkompensasi hal tersebut. 1

Tetapi tidak untuk kondisi seseorang dengan hipoksemia/kekurangan oksigen darah yaitu pada kondisi orang dengan penyakit jantung koroner, paru, penyakit serebrovaskular, dan penyakit anemia. Hal ini dikarenakan saat di darat Pa02 sudah menurun, sehingga saat penerbangan terjadi kondisi saturasi oksigen yang sangat rendah. Kelembaman rendah di kabin bisa mengakibatkan keringnya kornea diperburuk dengan pemakaian lensa kontak. Jet lag atau desinkronisasi sirkadian akibat dari desinkronisasi dari waktu tubuh berdapatasi pada lingkungan sekitarnya. Jet lag bisa mengakibatkan terjadinya komplikasi pada penderita Diabetes Melitus. Pada penerbangan komersial tipe pesawat yang digunakan untuk duduk cenderung kecil sehingga sulit untuk bangun bahkan menggerakan-gerakan tubuh. Apalagi jika penerbangan yang ditempuh jauh, dapat berpotensi memperburuk kedaan orang dengan keadaan edem perifer, keram punggung, bahkan untuk kondisi ibu hamil. 1

Oleh karena itu ‘Penting Sekali” sebelum melakukan penerbangan dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh petugas KKP Pontianak untuk menyatakan kelaikan terbangnya.


DAFTAR PUSTAKA

1. Aerospace Medical Asociatiation. Medical Guidline for Air Travel. Alexandria VA:2003.