Kenapa Kapal Harus Bebas Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit (BPP)?

Oleh : Felliandre Marafelino, SKM

Pontianak, 5 Juni 2023


Kapal merupakan kendaraan besar yang digunakan untuk mengangkut penumpang dan barang melalui jalur laut dan sungai. Menurut Organisasi Maritim Internasional (IMO), ada sekitar 97.000 kapal dagang yang beroperasi pada tahun 2021 yang bervariasi mulai dari kapal kontainer besar hingga kapal nelayan kecil.  Kapal juga merupakan rumah tinggal bagi sebanyak 1,9 juta pekerjanya yaitu pelaut. Selayaknya rumah tempat tinggal maka hendaknya memiliki kondisi sanitasi yang baik.

Dalam lingkup global, kondisi sanitasi kapal terangkum dalam Konvensi Pekerja Maritim (MLC) 2006 dalam bentuk keadaan hidup dan kerja yang layak di atas kapal. MLC 2006 pada bagian Makanan dan Katering menyebutkan bahwa “organisasi dan perlengkapan di departemen katering wajib sedemikian rupa menyediakan makanan bagi awak kapal yang mencukupi, bervariasi dan bernutrisi serta disiapkan dan dihidangkan sesuai persyaratan higienis”. Kondisi masalah sanitasi pada kapal acap kali ditemukan pada Area Dapur dan Ruang Makan (Galley & Pantry) dan juga Gudang Makanan (Stores) selain kondisi yang kotor, penyimpanan makanan yang tidak sesuai, juga ditemukannya tanda-tanda keberadaan serangga pembawa penyakit (vektor) dan juga bintang pembawa penyakit. Secara spesifik kondisi sanitasi pada kapal diatur oleh WHO pada Sertifikat Sanitasi Kapal yang merupakan standar global laik sanitasi pada alat angkut kapal sejak tahun 2007 sebagai peralihan dari Sertifikat Bebas Tikus.

Di Indonesia terdapat Peraturan yang mengatur Sanitasi Kapal yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 tahun 2015 tentang Sertifikat Sanitasi Kapal yang didalamnya menyatakan bahwa “bukti infeksi atau kontaminasi termasuk setiap stadium pertumbuhan vektor, binatang pembawa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, mikrobiologi, kimia, risiko lainnya pada kesehatan manusia, tanda dari Tindakan Sanitasi yang tidak mencukupi” merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan/sanitasi kapal. Kalimat tersebut juga sudah tercantum pada Sertifikat Sanitasi Kapal sedari awal diberlakukannya diseluruh dunia.

Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit (dalam bahasan ini difokuskan pada kecoa), dapat masuk ke kapal melalui barang bawaan utamanya bahan makanan atau barang bawaan penumpang/kru kedalam kapal yang kemudian berkembangbiak dari jumlah sedikit hingga ratusan banyaknya. Pada buku The Global Seafarer: Living and Working Conditions In A Globalized Industry, terdapat kapal yang ditahan oleh Port State Control dikarenakan selain terdapat masalah pada makanan atau akomodasi juga ditemukan infestasi kecoa yang tinggi pada kapal-kapal tersebut. Ditemukannya keberadaan vektor dan binatang pembawa penyakit pada kapal berarti harus dilakukan tindakan sanitasi kapal.

Sepanjang semester I Tahun 2023 pada lingkup KKP Kelas II Pontianak, telah dilakukan tindakan sanitasi terhadap 6 kapal untuk mengendalikan keberadaan serangga dan binatang pembawa penyakit pada kapal. Kecoa menempati urutan teratas sebagai serangga yang banyak ditemukan pasca tindakan sanitasi kapal baik pada jenis Blatella germanica maupun Periplaneta americana dengan jumlah tertinggi sebanyak > 250 ekor dan terendah < 50 ekor. Keberadaan tikus ditemukan pada 2 dari 6 kapal yang dilakukan tindakan sanitasi masing-masing sebanyak 9 ekor dan 11 ekor. 

Dampak dari keberadaan kecoa dan tikus pada kapal yaitu tinggi potensi untuk terjadinya penyakit tular vektor seperti diare, salmonella, dan leptospirosis. Pada sebuah penelitian di Pelabuhan Bau-Bau, Sebanyak 95% dari 42 kecoa yang di-sampling pada baik pada kapal penumpang atau barang yang sandar di Pelabuhan tersebut dinyatakan positif bakteri Salmonella sp. Untuk tikus, selain kemampuan merusak melalui gigitannya, urin dan pinjal yang berasal dan terbawa tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dan Pes. Setiap bahan atau makanan yang sudah terkontaminasi oleh kecoa ataupun tikus lebih baik tidak dikonsumsi untuk mencegah kesakitan saat dikapal.

Keberadaan Kecoa dan Tikus dapat dikendalikan dengan mudah sepanjang pengawasan terhadap jalur masuknya selalu diawasi dengan ketat, mulai dari memeriksa setiap bahan makanan yang akan masuk kedalam kapal atau pun dengan memasang perangkap. Pada buku terbitan WHO berjudul “Handbook for Inspection of Ships and Issuance of  Ship Sanitation Certificates” terdapat saran untuk pengawasan dan pengendalian seperti:


Sebuah Konsultan Maritim membuat panduan Manajemen Vektor Terintegrasi (Integrated Vector Management), yang sejalan dengan saran WHO diatas, inspeksi pasca penerimaan atau belanja barang sangat diperlukan untuk mecegah masuknya vektor dan binatang pembawa penyakit. Penggunaan perangkap kecoa, gel kecoa, aerosol ataupun residual spray juga sangat disarankan untuk mengendalikan kecoa yang telurnya menetas tiap 20 s.d 40 hari dan menghasilkan 30 s.d 40 ekor anak kecoa. Perangkap tikus, umpan tikus, dan lem tikus juga disarankan untuk mengendalikan keberadaan tikus dalam kapal yang tentunya harus disertai dengan upaya-upaya untuk mencegah tikus naik ke kapal atau masuk keruang kapal bahkan kedalam plafond kapal. Selain itu, melakukan rotasi penggunaan insektisida ataupun rodentisida dapat mencegah terjadinya resistensi pada serangga atau binatang pembawa penyakit yang ada pada kapal.